Kebudayaan dan Sastra dalam Perspektif Pascakolonial
Keywords:
kebudayaan, sastra, pascakolonialAbstract
Indonesian culture makes Indonesia a people whose existence has been a locus for centuries. Indonesian culture is a construction that has historically produced a lot of acculturations. Colonial traces, it can be said, are still inherent and contribute to constructing how we view culture specifically. Literature is culturally romanticized in postcolonial studies, as a cultural product and postcolonialism itself is a cultural movement that helps us understand the paradigm landscape and all its implications. Literature can expose the projection of various problems in culture. In the discourse of postcolonialism, literature is used to see the extent to which colonial consciousness is embedded in the writers and readers of literature. This includes the articulation of culture and identity, all of which require critical reflection in relation to the cultural promotion program that is used as a parameter for the progress of the Indonesian nation.
Abstrak
Kebudayaan Indonesia menjadikan Indonesia sebagai suku bangsa yang ada. Indonesia menjadi suatu lokus berabad silam. kebudayaan Indonesia adalah suatu konstruksi yang secara historis kebanyakan menghasilkan berbagai akulturasi. Jejak kolonial, bisa dikatakan masih inheren dan turut mengonstruksi bagaimana cara pandang kita terhadap kebudayaan secara spesifik. Sastra secara kultural memiliki romantisme dalam kajian pascakolonial, yakni sebagai produk budaya dan pascakolonialisme sendiri merupakan pergerakan kebudayaan yang membantu kita memahami bentang alam paradigma beserta seluruh implikasinya. Sastra dapat mengekspos proyeksi berbagai masalah dalam kebudayaan. Dalam wacana pascakolonialisme, karya sastra digunakan untuk melihat sejauh mana kesadaran kolonial melekat pada diri penulis dan pembaca sastra. Termasuk di dalamnya adalah artikulasi kebudayaan dan identitas yang semuanya membutuhkan suatu refleksi kritis dalam kaitannya dengan program pemajuan kebudayaan yang dijadikan parameter kemajuan bangsa Indonesia.
References
Aschroft, dkk. (2003). Menelanjangi Kuasa Bahasa: Teori dan Praktik Sastra Poskolonial. Yogyakarta: Qalam
Faruk. (2007). Belenggu Pasca-Kolonial Hegemoni & Resistensi dalam Sastra Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Indonesia, P. R. (2017). UU 5 tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan. Jogloabang Pustaka, 57. https://www.jogloabang.com/pustaka/uu-5-2017-pemajuan-kebudayaan
Moh. Atiqurahman & Awla Akbar Ilma. (2021). Talkin Kematian Romantik yang Berulang: Max Havelaar, Siti Nurbaya, dan Kolonialisme. In Manis Tapi TRAGIS Kisah Saidjah-Adinda dalam Max Havelaar.
Wardah, J., Baihaqi, M., & Nilai, A. (2022). Magis Mitos Celeng dalam Novel Menyusu Celeng karya Sindhunata sebagai Representasi Poskolonialisme Aktualitas Nilai Magis Mitos Celeng dalam Novel Menyusu Celeng Karya Sindhunata sebagai Representasi Poskolonialisme. Nusa, 17(2), 137–151
Downloads
Published
How to Cite
Issue
Section
License
Copyright (c) 2023 Dwi Rahariyoso
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
Prosiding Seminar Nasional Humaniora is licensed under Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
Penulis yang mempublikasikan manuskripnya di Prosiding Seminar Nasional Humaniora ini menyetujui ketentuan berikut:
- Hak cipta pada setiap artikel adalah milik penulis.
- Penulis mengakui bahwa Prosiding Seminar Nasional Humaniora berhak menjadi yang pertama menerbitkan dengan lisensi Creative Commons Attribution 4.0 International (Attribution 4.0 International CC BY 4.0) .
- Penulis dapat mengirimkan artikel secara terpisah, mengatur distribusi non-eksklusif manuskrip yang telah diterbitkan dalam jurnal ini ke versi lain (misalnya, dikirim .ke repositori institusi penulis, publikasi ke dalam buku, dll.), dengan mengakui bahwa manuskrip telah diterbitkan pertama kali di Prosiding Seminar Nasional Humaniora